Contoh ancaman ideologi di masa modern, dengan tanggal jelas.
Sejarah
KvAT
Pertanyaan
Contoh ancaman ideologi di masa modern, dengan tanggal jelas.
1 Jawaban
-
1. Jawaban PutryNouvita05
Ini jawaban nya. Ringkas aja ya
Pemimpin RI ditangkap Belanda di Yogyakarta, ibu kota negara waktu itu, pada 22 Desember 1948. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Pemerintah Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Akhmad Elvian, pemimpin RI diasingkan dan dibawa dari Yogyakarta ke Pangkal Pinang dengan pesawat B-29.
Pemimpin RI yang ditangkap dan diasingkan itu adalah Presiden Soekarno, Wakil Presiden Muhammad Hatta, Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat Asaat, Sekretaris Negara AG Pringgodigdo, Kepala Staf Angkatan Udara Soerjadharma, Haji Agus Salim, dan Sutan Sjahrir.
Akan tetapi, setiba di bandara Kampung Dul (Bandara Depati Amir sekarang), hanya Hatta, Asaat, Pringgodigdo, dan Soerjadharma yang diturunkan Belanda di Pangkal Pinang dan diasingkan di Pesanggarahan Menumbing di Gunung Menumbing, Muntok. Soekarno, Haji Agus Salim, dan Sutan Sjahrir melanjutkan perjalanan ke Berastagi dan Prapat, Sumatera Utara. Soekarno dan Agus Salim baru diasingkan Belanda ke Pesanggrahan Muntok pada 5 Februari 1949.
Dalam pengasingan itu, Soekarno dan Hatta tetap memperjuangkan agar NKRI tetap utuh. Indonesia sebagai sebuah ”nation” tetap berdaulat. Dalam pengasingan, Soekarno tetap menjalankan perjuangan politik dan misi diplomatik. Sebagai contoh, kata Akhmad Elvian, Soekarno bertemu dengan Belanda yang dimediasi oleh Komisi Tiga Negara, yang kemudian menjadi United Nations Commission for Indonesia. Pertemuan yang semula diadakan di Muntok dipindahkan ke Pangkal Pinang.
Dalam perundingan itu, dibuat naskah awal perundingan ”Roem-Royen” di House Hill atau tempat istirahat pimpinan perusahaan Timah, yang saat ini menjadi Museum Timah Indonesia. Inti isi perundingan Roem-Royen adalah gencatan senjata dan mempersiapkan pengambilalihan ibu kota negara di Yogyakarta, yang saat itu dikuasai Belanda.
Bagi pemimpin bangsa waktu itu, khususnya Soekarno, tekad dan kesadaran bersama mengenai pentingnya sebuah ”nation” yang berdaulat adalah hal yang mutlak. Nasionalisme adalah bangsa Indonesia yang berdaulat dari kekuasaan dan imperialisme bangsa asing, yaitu Belanda. Nasionalisme menjadi semangat, keinginan, ”cita-cita”, dan
Menurut jaksa Rini, tahun 2008, Pepi Fernando mengikuti kelompok taklim khusus di Aceh yang dipimpin Ustaz Abdul Rosyid alias Abu Kholis selaku Amir atau pimpinan NII wilayah Sumatera. Periode 2008-2009, Pepi juga aktif memberikan taklim khusus kepada teman-temannya di Jakarta, antara lain, Maulana Sani, Wari, Darto, Awi, Watono, Mugi, dan Hendi. Misi kelompok terdakwa dalam organisasi NII adalah melakukan pembinaan dengan dakwah untuk mencari umat. Visinya, mendirikan NII yang dirintis Kartosuwiryo. Terdakwa juga mempelajari cara pembuatan bom melalui internet dan membaca buku terkait jihad (Kompas, 4/11/2011).
Kelompok radikal tak menyenangi pemerintahan yang sah. Ini karena, misalnya, pemerintah dinilai tidak mengakomodasi keinginan kelompok radikal. Atau, ideologi pemerintah dinilai menyimpang dari kaidah ideologi radikal, bahkan dianggap ”kafir” dan ”thogut”.
Kelompok radikal menyebarkan ideologi dengan berbagai cara. Ideologi radikal dianggap bisa menjadi alternatif. Ideologi radikal dengan perjuangan yang menghalalkan kekerasan tentu mengancam NKRI yang dibangun pendiri bangsa. Karena itu, upaya mencegah ideologi radikal berkembang subur harus terus-menerus dilakukan dengan berbagai cara secara konsisten oleh semua komponen bangsa. Upaya pencegahan itu, misalnya, melalui program deradikalisasi.
Selain itu, paham nasionalis tentu juga seharusnya terus dihidupkan dan dibangkitkan dengan berbagai cara. Sebagai contoh, proses penanaman nilai perjuangan, semangat, atau ”cita-cita” bersama untuk membangun bangsa serta memupuk rasa kecintaan terhadap Tanah Air secara efektif melalui pendidikan di segala tingkatan.
Dilihat dari perjalanan sejarah, masyarakat Bangka memiliki modal besar untuk mengampanyekan nasionalisme itu. Menurut Akhmad Elvian, kedatangan Soekarno disambut antusias warga Pangkal Pinang. Masyarakat mengelu-elukannya saat Proklamator itu berada di kendaraan dengan pekik merdeka. Kedatangan Soekarno juga memberikan dorongan moril yang besar bagi pejuang pro-Republik Indonesia di Bangka.